warga10-jateng.com - copas dari web al-katusar berita dan majalah resmi thoriqoh shiddiqiyyah...Ratusan warga Shiddiqiyyah pusat maupun daerah berkumpul di Ponpes Majma’al Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah guna menghadiri acara Sillaturrohmi dan Tasyakuran Tahun Baru 1441 Hijriyyah, pada Sabtu malam Minggu 31 Agustus 2019 M / 30 DzulHijjah H.
Tampak anggota Jam’iyyah Kautsaran Putri Hajaarulloh Shiddiqiyyah Pusat telah memenuhi area nDalem Sang Guru dan dengan kompak mengenakan baju serba putih. Hadir juga beberapa Kholifatus Shiddiqiyyah di dampingi oleh pengurus Dhibra Pusat.
Acara di mulai dengan pembukaan, pembacaan ayat suci Al-Qur’an, pembacaan syair pohon Shiddiqiyyah dan sumber kemerdekaan Bangsa Indonesia, dilanjut pembacaan syair JKPHS. Lalu sambutan, dan mauidho hasanah oleh Mursyid Thoriqoh Shiddiqiyyah.
Dalam Mauidhotul Hasanah, Sang Mursyid membuka dengan dalil Al-Qur’an yang berbunyi inna ihdatas suhuri indallohi isna asaroh sahron, yang artinya sesungguhnya bilangan bulan2 12 bulan. Satu tahun 12 bulan. Bulan pertama bulan muharrom atau asuro bulan terakhir dzulHijjah bulan hajji.
Beliau mengibaratkan bahwa “bulan DzulHijjah adalah bulan tutup umur dari tiap-tiap tahun, dan bulan ini (bulan Asyuro), buka buku awal tahun,” kata Mursyid.
Bulan Asyuro itu menurut Hadist adalah hari raya nya para nabi sebelum nabi Muhammad. “Untuk itu awal bulan Asyuro di sunnahkan mandi dan puasa bulan Asyuro,” ucap sang Guru mengingatkan.
Almukarrom bapak Kyai juga menceritakan tentang perjalanan Lukojoyo atau Sunan Kalijaga saat bertemu Maulana Ibrohim Mahdud (Waliyulloh Sunan Bonang). Dalam pituturnya, beliau menjelaskan bahwa saat itu Sunan Kalijaga bernama Lukojoyo.
Saat itu dia bertemu dengan Sunan Bonang di dalam hutan yang menyamar sebagai kakek tua membawa tongkat dari emas. Terjadilah dialog dikedua nya. Singkat cerita saat itu raden Lukojoyo ingin mempunyai ilmu yang bisa merubah daun menjadi emas kepada Sunan Bonang dan memberikan syarat kepada Lukojoyo untuk mencari buahnya kayu agung susue angin.
Mencari hingga seluruh pelosok negri berpuluh-puluh tahun tidak menemukan, lalu menemui lagi ke Maulana Ibrohim Mahdud. Mengutus untuk mencari lagi di dalam kitab suci Al Qur’an, dicarilah mulai Al-Fatihah hingga surat Annas tidak menemukan. Dan kembalilah lagi ke Maulana Ibrohim Mahdud. Beliau memberikan petunjuk di dalam surat Ibrohim ayat 25-27.
Sunan Kalijaga kembali mencari dan tidak menemukan keterangan kayu gung susue angin. Akhirnya Sunan Bonang membuka rahasia dan menerangkan yang dimaksud, beliau mengatakan dalam surat Ibrohim ayat 25-27 terdapat kalimat Toyyibah dan Khobisah.
“Kalimat Toyyibah seperti pohon Toyyibah, kalimat Khobisah seperti pohon Khobisah,” terang bapak Kyai.
“Pohon Toyyibah dan pohon Khobisah itu adalah dirimu sendiri (Sunan Kalijaga),” kata bapak kyai mempraktekan ucapan Sunan Bonang kepada Sunan Kalijaga.
Manusia jika ingin menjadi pohon Toyyibah atau pohon Khobisah, semua terserah kepada manusia itu sendiri. “Seng dimaksud kayu iku Khoyyun, gung iku Agung. Gak ono alam sak ndunyo iki seng agung kejobo manusia, (Yang dimaksud kayu itu Khoyyun, gung itu Agung. Tidak ada alam sedunia ini yang agung kecuali manusia -Red),” terang Almukarrom.
“Kok susue angin ? Angin niku melbu metu e nafas. Nafas e uwong seng melbu metu iku memang besar manfaatnya. Bahayanya juga besar. (Kok susue angin ? Angin itu masuk keluarnya nafas. Nafas nya manusia yang masuk dan keluar itu memang besar manfaatnya. Bahayanya juga besar),” ucap Sang Guru lagi. *ar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.